Jumat pagi 6 Oktober
2017 di Kementerian Keuangan tepatnya bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang
terletak di Gedung Notohamiprodjo. Pagi yang masih segar cocok ketika
membincangkan sesuatu yang serius tapi santai. Kami, 15 Blogger yang fokus
dengan lebih banyak konten keuangan bertukar pikiran dan menyerap wawasan soal
keuangan negara yang berdampak untuk masyarakat bersama Bapak Hidayat Amir, PhD
selaku Kepala Pusat Kebijakan APBN.
Saat itu serasa
menerbangkan saya kembali ke masa sekolah dan kuliah. Jika dulu belajar hanya
sebagai hapalan dan pemahaman masih meraba-raba dan belum begitu tahu fungsinya
untuk masyarakat, namun di lobi BKF ini saya benar-benar mencerna kata demi
kata yang terucap dari penjelasan Pak Hidayat.
Bapak Hidayat Amir, PhD |
Kami membahas mulai
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Utang Negara, Pajak,
kebijakan Fiskal yang berefek pada ekonomi makro.
Seperti layaknya sebuah
rumah tangga dalam keluarga, negara pun sama. Dalam kebutuhannya untuk sejahterakan
masyarakat diperlukan pengaturan anggaran yang terpusat pada APBN yang dikelola
pemerintah. Sekarang ini sangat terbuka dan transparan untuk masyarakat
sehingga bisa ikut mengontrolnya.
Belajar dari hasil
evaluasi pelaksanaan APBN 2016 dan perkembangan ekonomi 2017. Bahwa fiskal
stabil, mempunyai kredibilitas dan ada keberlanjutan. Kebijakan fiskal yang
mengacu pada kontrol pada pendapatan dan pengeluaran negara ini tentunya
berdampak pada keadaan ekonomi masyarakat. Sehingga defisit terjaga di 2,49%
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Sejak tahun lalu
gencarnya Tax Amnesty yang menggerakkan seluruh komponen masyarakat untuk sadar
akan kewajiban membayar pajak sedikit menggairahkan penerimaan negara yang
tetap tumbuh positif.
Efisiensi belanja pun
ditingkatkan dengan menghemat belanja non prioritas dengan pemotongan anggaran
sebesar 130T.
Jika ada berita
pencabutan subsidi, selayaknya kita cari tahu. Apa sebabnya pemerintah
melakukan itu? Tidak perlu bereaksi langsung tanpa dasar pemikiran atau mencari
tahu alasannya dengan berteriak “pemerintah mencekik rakyat!”
Salah satu contoh,
pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah sejak 2014 lalu, apa jadinya jika tidak
dicabut? Justru masyarakat kecil yang tidak dapat menikmati subsidi tersebut
karena justru masyarakat mampu lah yang banyak menikmatinya. Berapa juta
kendaraan pribadi memakai BBM subsidi premium? Berapa banyak pula industri yang
menguasainya?
Begitu pula soal
pencabutan subsidi listrik yang dilakukan sejak setahun terakhir ini. Banyak
pengguna listrik 900VA menjerit karena subsidinya dicabut. Padahal
kenyataannya, pemakai 900VA adalah kebanyakan masyarakat mampu dan mayoritas
punya usaha sendiri. Sedangkan masyarakat pengguna listrik 450VA membayar tidak
sepadan dengan kemampuannya. Maka pemerintah mulai meninjau pengguna 450VA yang
layak diberikan subsidi.
Subsidi tepat sasaran
inilah yang membuat pendapatan dan pengeluaran juga memberi efek positif
terhadap APBN.
Transfer anggaran ke
daerah juga dievaluasi semampu apa daerah tersebut menyerap anggaran pusat agar
tepat guna dan mampu mengalokasikan dana secara merata hingga ke bawah. Oleh
karena itu, sumber daya manusia dan infrastruktur pun ditingkatkan.
Menurut Pak Hidayat, pembangunan
ekonomi bukan hanya difokuskan pada kesejahteraan masyarakat saja namun lebih
luas dari itu.
“Infrastruktur dan
Sumberdaya Manusia (SDM) tak kalah penting diprioritaskan, mengingat kemajuan
dua komponen ini dapat memotivasi masyarakat untuk melakukan sesuatu. Kemajuan
ekonomi akan terdorong dengan sendirinya di masyarakat jika infrastruktur dan
SDM mendukung.” Kata Pak Hidayat.
Mendukung infrastruktur
dan SDM memerlukan biaya yang tak sedikit. Jangan heran jika ada utang ke luar
negeri. Negara Indonesia itu luas dan sangat kompleks, bahkan memerlukan banyak
faktor pendukung untuk pembangunannya.
Menurut Pak Hidayat,
berutang itu wajar jika dalam kegiatan berutang di dalamnya ada aktivitas
usaha.
“Aktivitas usaha inilah
yang akan menumbuhkan perekonomian dan olahan utang yang menjadi prospek nilai
positif di masa datang adalah tujuan yang terbaik. Jadi mengapa berutang?
Karena ada potensi yang baik di masa datang.”
Jadi, utang digunakan
lebih kepada investasi dalam wujud infrastruktur di 2016 yang tetap menjaga
rasionya di 28% terhadap Produk Daerah Bruto (PDB) sehingga ekonomi tetaptumbuh
5,01%. Diwujudkan pula terhadap Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah (LKPP).
Penerimaan perpajakan
yang lebih realistis dan keterbukaan informasi membuat masyarakat lebih giat
melakukan kewajibannya dan termotivasi untuk mencari tahu jalur pembayaran yang
tepat. Sehingga pemerintah terbantu dalam melakukan kebijakan fiskal maupun
moneter.
Pertumbuhan ecommerce
yang kian meningkat bahkan menjamur, membuat pemerintah melakukan evaluasi
terhadap hal ini, namun belum ada acuan yang pasti, masih menjadi rumusan dan
peninjauan. Begitupula untuk pajak bagi pekerja seni dan kreatif, masih dalam
status bahasan dan rumusan berdasarkan input masyarakat.
Melibatkan masyarakat
dalam hal ini tentu saja banyak manfaatnya, era keterbukaan dapat membuahkan
solusi yang fair, mudah-mudahan
pemerintah benar-benar bijak dalam hal pengaturan pajak ini supaya menjadi
acuan pasti yang tidak saling memberatkan.
Pada 2017 ini, Outlook Defisit lebih rendah dari 2,67%
dari Produk Daerah Bruto yang lebih rendah dari target defisit APBNP-nya.
Pengendalian utang pun dilakukan secara hati-hati yang berada di kisaran 28-29
terhadap PDB.
Kondisi kemajuan ini
dibuktikan dengan peningkatan ke Investment
Grade lembaga rating internasional; Fitch Moody’s Standard and Poor’s.
Kami pun memperoleh
bocoran fokus APBN dari Pak Hidayat, bahwa target APBN 2018 lebih difokuskan
pada pendapatan pemerintah yang didorong peningkatannya, program yang lebih
terarah, pelayanan lebih baik, defisit terjaga, pelayanan ke masyarakat lebih
baik dan momentum perbaikan ekonomi.
Tantangan ekonomi
global dan lokal yang harus dihadapi dengan strategi yang lebih tepat.
Belanja
pemerintah pusat dianggarkan untuk kemiskinan dan kesenjangan, infrastruktur,
menggenjot dan menggairahkan kembali sektor unggulan di bidang pertanian yang
menjadi komoditi ekspor andalan. Dalam hal ini, sebaiknya Indonesia tak hanya
mengekspor bahan baku tapi harus lebih ke mengolahnya. Jangan sampai kita ekspor
bahan baku lalu kita impor kembali barang jadinya yang terbuat dari bahan yang
kita ekspor.
Sektor unggulan dalam
pariwisata dan perikanan pun tak kalah penting untuk dimajukan.
Aparatur negara dan
pelayanan masyarakat serta pertahanan dan keamanan dan demokrasi yang terjaga
juga berpengaruh pada tepatnya alokasi APBN di masa mendatang.
APBN yang kredibel
tentunya harus terukur dan diaudit oleh lembaga berkompeten serta transparan
dan mudah diakses oleh masyarakat luas. Monitoring pembelanjaan dari 10
kementerian dan lembaga yang menerima anggaran terbesar pun perlu dilakukan
agar tidak keluar jalur.
Dari pembahasan ini,
sebab akibat adanya perubahan APBN dan mengapa negara berutang semakin
dimengerti oleh saya yang sebelumnya hanya bisa mencaci maki pemerintah dan
menganggapnya cenderung konsumtif. Saya kira, event seperti ini perlu
dimassifkan ke masyarakat luas agar banyak yang paham dan bisa menggerakkan
masyarakat untuk melakukan sesuatu yang
tepat untuk kemajuan ekonominya.
Semoga upaya pemerintah
ini dapat melibatkan banyak masyarakat luas agar tujuan tercapai bersama,
terutama fokus pembangunan dan alokasi dana untuk program peningkatan
kesejahteraan, infrastruktur dan sumberdaya manusia itu tercapai berbanding
lurus antara cita-cita dan upaya yang nyata dilakukan. Walau bergerak
sedikit-sedikit namun pasti menuju perubahan yang lebih baik.
Semoga anggaran belanja itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mensejahterakan rakyat dan memperbaiki sektor unggulan yang bisa menambah pendapatan negara. Meski tantangan tahun depan sulit tapi melihat tahun ini yang relatif stabil, ya tahun depan optimis membaik
ReplyDeleteIya, utang itu sebenarnya instrumen juga untuk pembangunan. Menjadi investasi juga sbnrnya, karena ada timbangan pembangunan yang lebih masif dengan dana trsbt. Ampir ga ada negara tanpa utang sih. Tinggal jumlahnya aja. Nah, Indonesia masih dibawah dari standard maksimum. Aman.
ReplyDeleteIya bener, Teh. Dulu saya yg termasuk reaktif saat subsidi BBM dicabut. Tapi suami bilang, coba deh baca-baca soal APBN tujuan negara kenapa itu dicabut. Akhirnya sekarang kalo ada apa-apa saya cari dulu sebabnya.
ReplyDeleteTapi, untuk sekarang ini, saya sih berharap pemerintah mulai concern dengan perkembangan digital yg memengaruhi perekonomian. Kan katanya kita mau AFTA (perdagangan bebas). Sebagian masyarakat kita sudah memeersiapkan diri, artinya pemerintah juga mesti gesit mengikuti dong ya.. ^_^
Fiscal day aeru banget, jadi banyak ilmu yang didapatkan. Berasa balik ke kuliah teh, apalagi tentang ekonomi makro
ReplyDeletesetuju, dengan pemerataan pembangunan terutama infrastruktur di berbagai daerah tak terjamah
ReplyDeleteyang penting, diimbangi sama SDM-nya, secara kalo prioritas cuma SDA aja, lama-lama habis
baca2 berita, saat ini seneng sih di kawasan timur sudah mulai bergeliat, kalo dulu kan fokusnya ke (pulau) Jawa aja, semoga lebih merata lagi
Gpp lah subsidi d cabut asal mampu aja kebeli, dr pd gelap gulita hihi. Harapannya semoga bisa merata karena masiiiihhhh bnyk daerah yg layanan publiknya tdk terfasilitasi seperti perbaikan jalan, listrik, air bersih dan sebagainya, memang tidak gampang karena msh bnyknya itu, tp berharap kan boleh semoga menjadi doa yang terealisasi. ��
ReplyDeleteMenarik ya cara pembahasan dan penyajian infografis dari BKF, jadi gampang dipahami. Padahal topiknya berat, hehehe...
ReplyDeletesama, Mbak. Waktu kuliah ga gitu nyambung dengan makroekonomi. Di sini seperti langsung praktek bersama para ahlinya.
ReplyDeletebetul teh, semoga semua berjalan sesuai rencana ya dan kita sebagai blogger bisa ikut mengawal kebijakan2 pemerintah tsb :)
ReplyDeleteNgomongin soal subsidi listrik, sejatinya salah satu alasan kenapa subsidi dicabut, agar pembangunan infrstruktur listrik di luar jawa bisa ditingkatkan. Gitu kira-kira teh
ReplyDelete